Masuk Prolegnas 2025 – Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah di jadwalkan di bahas pada tahun ini karena telah masuk dalam daftar RUU prioritas Program Legislasai Nasional tahun 2025. Revisi UU Pemdaa di harapkan di bahas secara terbuka sejak awal agar syarat partisipasi publik bermakna dapat terpenuhi.
Pada 19 November lalu, DPR telah menyepakati 41 RUU masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2025. Salah satu RUU yang menjadi prioritas pembahasan tahun 2025 adalah RUU perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (RUU Pemda). Dalam daaftar Proglegnas itu tertulis, RUU Pemda menjadai inisiatif DPR atau DPD sehingga rumusan revisi serta naskah akademik di siapkan kedua lembaga itu.
Perlu Evaluasi
Secara terpisah, anggota Komisi II DPR, Ahmad Irawan. Mengungkapkana, otonomi daerah merupakan bagian dari amanat reformasi 1998. Karena itu, publik tidak perlu meragukan komitmen partai-partai di DPR dalam menjaga otonomi daerah. Publik juga tidak perlu khawatir revisi UU Pemda akan mengerus semangat desentralisasi.
Kebijakan otonomi daerah, kata Ahmad Irawan, merupakan jawaban bagi tuntutan atas pemerintah daerah yang lebih otonom. Otonomi daerah juga merupakan upaya agar pemerintahan pusat bisa lebih fokus pada permasalahan dan kebijakan nasional.
“Format otonom daerah merupakan kesempatan yang baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan kewewenangan dan hak daerah. Jadi, maju atau tidaknya daerah di tentukan kemauan dan kemampuan daerah.”, ujarnya.
Meskipun demikian, menurut Ahmad Irawan, memang ada hal-hal yang harus di evaluasi ke depan. Misalnya, penempatan daerah yang hanya sebagai agency sehingga tujuan membuat pemerintah daerah yang mandiri pun gagal. Selain itu, hal lain yang perlu di kaji ulang adalah soal menciptakan otonomi daerah yang nyata sehingga daerah benar-benar bisa mengurus diri nya, termasuk pembiayaannya.
“Daerah harus di dorong agar mau dan mampu melakukan inovasi untuk kemandirian fisikal daerah”, tegasnya.
Gejala Resentralisasi
Di hubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suprman mengatakan, selama lima-enam tahun terakhir telah muncuk gejala resentralisasi menguat. Kekuasan kembali terpusat di pemerintah pusat.
Di level kebijakan yang sanggat strategis, misalnya sejumlaah kewewenangan yang selama ini berada di tangan pemda telah kembali di pindahkan ke pemerintahan pusat. Pemindahan kewewenangan itu di antaranya termasuk dalam UU Cipta Kerja serta UU Mineral dan Batubara.
Kebijakan itu, lanjut telah menimbulkan keresahan bersama jika di tempatkan dalam konteks otonomi daerah. Sebagai salah satu amanat dan agenda reformasi 1998. Masyarakat tidak ingin ada arus balik dari desentralisasi menajdi resentralisasi.
Fenomena resentralisasi muncul dari keputusan pemerintah pusat yang melihat daerah tidak berjalan dengan baik, mulai dari proses perencanaan anggara, penyusunan kebijakan, hingga penyusunan dan pelakasanaan program-program kerja daerah.
Baca Juga: 6 Peluang Kerja yang Dibutuhkan Jurusan Ilmu Politik